Sebenarnya sih ini bukan pasar yah karena penjual disana adalah para petani yang membuka lapak sendiri-sendiri untuk menjual hasil kebunnya yang tersisa (kebanyakan).
Dan kalau dilihat, tidak ada bedanya dengan pasar yang ada di Indonesia, kecuali satu perbedaannya yaitu tidak ada orang yang menjaga untuk lapaknya tersebut.
Jadi bagaimana transaksinya? mudah kok, mereka (si penjual) telah mencantumkan harga di setiap barang dagangannya dan apabila ada pembeli yang datang untuk membelinya, si pembeli cukup masukkan uang seharga barang yang dibeli ke tempat yang telah disediakan.
Dan percaya atau tidak, boleh dibilang hampir tidak ada satupun petani yang rugi karena berdagang dengan cara sepeti ini. Atau dengan kata lain, semua pembeli selalu membayar apa yang mereka ambil.
Nah, ini dia sebenarnya yang ingin kami bahas, yaitu KEJUJURAN yang menurut kami saat ini semakin langka di dunia, terutama di Indonesia.
Kami sempat membaca berita bahwa ada sekolah menengah di Indonesia yang mendirikan 'kantin kejujuran' dan hanya dalam waktu hitungan minggu, kantin tersebut bangkrut karena ternyata banyak siswa/ siswi yang tidak membayar sehabis makan.
Padahal di lain sisi, kantin itu berada di salah satu sekolah favorit di daerahnya yang berarti pasti sebagian besar siswa/ siswi disana dari golongan cukup mampu.
Mohon maaf kalau kami tidak sependapat dengan anggapan bahwa 'orang yang tidak jujur itu pasti identik dengan orang miskin' dan karena mereka tidak punya uang makanya mereka berbuat tidak jujur.
Menurut kami, KEJUJURAN bukanlah sesuatu yang bisa diukur dari banyaknya materi maupun tingkat pendidikan tetapi lebih ke moral dan rasa malu yang bisa ditanamkan oleh orang tua maupun lingkungan sekitar.
Dalam hal ini, kita tidak harus selalu mencontoh teknologi yang berasal dari Jepang saja tetapi tidak ada salahnya kita juga mencontoh moral dan rasa malu yang mereka miliki.
Benar, tidak semua orang Jepang disana jujur tetapi setidaknya kalau bicara persentase, tentu jauh lebih baik dari negara kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar